karir anda mentok, karena pendidikan tak mendukung ? lanjutkan kuliah di |
meningkatnya konsumsi dunia sejalan dengan bertambahnya penduduk dunia
serta peningkatan pendapatan. Sementara itu produksi perikanan dari
negara-negara maju mengalami penurunan, sehingga kian membuka peluang
bagi kelompok negara-negara berkembang terutama Indonesia untuk
meningkatkan produksi.
Pertimbangan lain adalah, bahwa usaha karamba jaring apung ini dapat
dikembangkan hampir di sebagian besar wilayah pantai di tanah air,
asalkan memenuhi persyaratan teknis seperti keadaan gelombang dan angin
yang tidak terlalu keras, bebas polusi, serta aspek teknis lainnya. Dan
yang terakhir, usaha budidaya ikan kerapu relatif lebih mudah dari pada
nudidaya udang tambak, sehingga dari segi kemampuan dan keterampilan
SDM pada umumnya tidak menjadi masalah, apalagi di beberapa daerah para
nelayan telah berinisiatif merintis usaha semacam ini secara
tradisional, yaitu pembesaran ikan kerapu dengan karamba jaring apung
yang bibitnya berupa ikan tangkapan.
Namun demikian ada satu syarat yang harus dipenuhi agar usaha
karamba jaring apung (selanjutnya disingkat menjadi Kajapung) dapat
berkembang dengan baik, yaitu harus tersedia bibit ikan secara
kontinyu. Untuk pengadaan bibit ini dapat ditempuh dengan dua cara,
yaitu bibit dengan ukuran antara 0,2 s/d 0,5 Kg yang berasal dari alam,
atau hasil pembibitan secara modern ini memerlukan teknologi yang
memadai dan biaya investasinya juga cukup mahal (sebab harus tersedia
pompa penyedot, yang mampu menyedot air laut dari sumber minimal 500 m
dari pantai, kemudian harus tersedia kolam pemeliharaan induk, kolam
pemijahan, kolam pendederan, dan sarana lainnya), maka diperlukan
adanya mitra usaha (perusahaan inti) yang juga berperan dan bertanggung
jawab sebagai penyuplai bibit ikan, atau membeli dari suatu Balai
Penelitian yang mampu menyediakan bibit tersebut.
Oleh sebab itu, upaya pengembangan budidaya ikan kerapu dengan
karamba jaring apung sangat relevan dikembangkan dengan pola kemitraan
(PKT), seperti halnya pengembangan PKT Tambak udang, dimana perusahaan
inti bertanggung jawab dalam hal pengadaan bibit, obat-obatan, pakan,
pembinaan/penyuluhan, disamping bertanggung jawab dalam pemasaran hasil
produksi plasma.
Pengembangan PKT penangkapan dan budidaya ikan kerapu dengan
kajapung ini dapat dikembangkan dengan beberapa variasi. Pertama,
perusahaan inti sebagai penyuplai bibit dari hatchery; kedua,
perusahaan inti sebagai penyuplai bibit yang selanjutnya dibesarkan di
kolam laboratorium dan selanjutnya disuplai kepada para nelayan peserta
proyek, kajapung (setelah mencapai ukuran siap dibudidayakan); dan
kedua, nelayan menangkap ikan kerapu yang telah besar dari alam untuk
dipelihara dalam waktu pendek sebelum dipasok kepada perusahaan inti.
Meskipun di beberapa daerah usaha ini telah mulai dikembangkan
termasuk di Sulawesi Selatan dan Sumatra Utara, namun sifat usahanya
masih individual, sehingga upaya pengembangan budidaya ikan kerapu
dengan kajapung secara massal dengan pola kemitraan, yang dapat
ditunjang oleh kalangan perbankan memerlukan adanya suatu acuan yang
diharapkan menjadi model untuk dapat dikembangkan di tanah air. Oleh
karenanya perlu disusun Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu
(MK-PKT) yang membahas cukup komprehensif, yaitu mulai dari aspek
produksi, penaganan hasil pasca panen, pemasaran, organisasi kemitraan,
aspek finansial, pembinaan dan penyuluhan, faktor-faktor penghambat dan
pemecahannya, serta model kerjasama Inti-Plasma.
Seiring dengan penerbitan MK-PKT ini diharapkan pula adanya
upaya-upaya yang ditempuh untuk membantu Usaha Kecil (UK) dalam
bidangbudidaya ikan kerapu dengan kajapung agar mereka mampu
memanfaatkan peluang dan sekaligus untuk memecahkan masalah yang
dihadapi (kelemahan dalam sistem) dilaksanakan melalui pengembangan
kebijakan di sektor-sektor pemerintah, moneter dan di sektor riil.
Kebijakan di sektor pemerintah yang erat kaitannya dengan tujuan
untuk mendorong dan mendukung pengembangan usaha kecil budidaya ikan
kerapu dengan kajapung adalah mengacu kepada sejauh mana Departemen
Pertanian khususnya Direktorat Perikanan dapat menciptakan kondisi yang
kondusif bagi pengembangan proyek ini.
Kebijakan pemerintah di sektor moneter yang erat kaitannya dengan
upaya-upaya pengembangan usaha kecil, khususnya yang berkaitan dengan
pengembangan usaha kecil kerapu dengan karamba jaring apung adalah
kebijakan berkesinambungan perkreditan yang sesuai dan cocok dengan
kebutuhan masyarakat usaha kecil.
Faktor keunggulan bisnis budidaya ikan kerapu dengan karamba jaring
apung yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh para Usaha Kecil/Nelayan,
dapat diukur dari produktivitas tenaga kerja dan lahan yang merupakan
modal utama dari para nelayan kecil. Melaui pelaksanaan Pola Kemitraan
Terpadu (PKT), Kesinambungan pasokan input produksi dapat meningkatkan
intensitas produksi dan menurunkan tingkat kegagalan panen serta
meningkatkan efisiensi pemakaian input. Dengan demikian skala usaha dan
produktivitas ikan kerapu dengan kajapung dapat ditingkatkan pula.
Peningkatan skala usaha juga cenderung dapat menekan biaya.
Melalui pendekatan kelompok, beberapa biaya produksi dapat
ditanggung secara bersama-sama. Di samping itu Model ini juga dapat
menjamin keter-sediaan dan pengamanan kredit yang disalurkan kepada
usaha kecil, karena bank merasa adanya kepastian terhadap pengembalian
kredit dan pembayaran bunganya.
Dengan keunggulan-keunggulan seperti di atas, maka bisnis usaha kecil budidaya ikan kerapu dengan kajapung yang dilaksanakan dengan Model ini, akan memiliki potensi yang sangat besar untuk direplikasi di setiap daerah yang memiliki lahan atau situasi yang cocok untuk pelaksanaan budidaya ikan kerapu dengan kajapung.
tempat kuliah paling fleksibel SARJANA NEGERI 3 TAHUN – TANPA SKRIPSI ABSENSI HADIR BEBAS – BERKUALITAS – IJAZAH & GELAR DARI DEPDIKNAS MURAH DAPAT DIANGSUR TIAP BULAN -terima pindahan dari PTN/PTS lain |
MANAJEMEN – AKUNTANSI – ILMU KOMUNIKASI – ILMU PEMERINTAHAN |
022-70314141;7313350 : jl. terusan halimun 37 bandung- utkampus.net
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG Sebagai negara kepulauan (juga dikenal sebagai negara maritim), Indonesia memiliki perairan yang sangat luas, dimana 75% dari luas negara Indonesia berupa perairan laut dengan panjang pantai mencapai 81.000 Km, dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 5.800.000 Km2. Dengan demikian jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka luas perairan Indonesia merupakan terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Dengan luas perairan tersebut, menurut data Ditjen Perikanan, potensi lestari produksi perikanan Indonesia mencapai 6,7 juta ton ikan per tahun. Namun produksi perikanan secara nasional realisasinya rata-rata sebesar 45% saja, atau sekitar 3 juta ton per tahun. Rendahnya produksi ini pada akhirnya menyebabkan kontribusi sub-sektor perikanan pada perolehan devisa ekspor nasional juga menjadi relatif rendah, yaitu sekitar 7,6%. Oleh sebab itu harus ada upaya-upaya untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya perairan Nusantara, yang berorientasi ekor untuk meningkatkan devisa negara, disamping untuk memenuhi peningkatan kebutuhan gizi masyarakat pada umumnya. Upaya-upaya itu antara lain melalui pengembangan agribisnis perikanan dan membangun industri perikanan yang berdampak luas terhadap pengembangan ekonomi di daerah sekitarnya. Upaya memanfaatkan sumber daya perikanan Nusantara secara optimal ternyata masih menghadapi berbagai kendala, seperti masalah pendanaan (permodalan); teknologi penangkapan; budidaya (teknologi dan keterampilan); teknologi pengolahan; serta penyediaan armada kapal penangkapan ikan. Masalah lain yang diidentifikasi menghambat laju pertumbuhan produksi perikanan nasional adalah, masalah perizinan yang kurang efisien; pelayanan pelabuhan dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yang dianggap mengakibatkan biaya tinggi; kurang terpadunya rencana tata ruang di wilayah laut dan pantai; masalah pencurian ikan; dan sebagainya. Keterbatasan sarana dan prasarana penangkapan, khususnya kemampuan armada penangkapan ikan (yang sebagian besar masih menggunakan perahu tanpa motor atau dengan motor-motor kecil) sehingga wilayah operasional penangkapan ikan terbatas sekitar pantai. Oleh sebab itu, di beberapa daerah banyak mengalami padat tangkap namun areal penangkapan terbatas, sedangkan di areal lepas pantai (belum termasuk ZEE) kapasitas penangkapan masih terlalu longgar, sehingga produksi perikanan menjadi rendah. Sebagai contoh adalah Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang memiliki perairan sangat luas namun hanya memberikan kontribusi sekitar 27,5% terhadap produksi perikanan nasional, sebaliknya di Jawa dan Sumatra yang perairannya relatif kecil namun mampu memberikan kontribusi sebesar 28,5% (Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian). Untuk mengatasi permasalahan tersebut, upaya-upaya yang telah dikembangkan saat ini misalnya dengan meningkatkan agribisnis perikanan, misalnya lebih memacu peningkatan armada penangkapan ikan (armada semut) yang bermitra dengan perusahaan-perusahaan besar (dilengkapi dengan pabrik es, cold storage, dan unit pengolahan ikan), memang telah menunjukkan hasil yang posistif, tetapi dalam beberapa tahun terakhir upaya peningkatan ini mengalami hambatan yang sangat serius sejalan dengan terjadinya krisis ekonomi yang dialami Indonesia, dimana harga-harga barang yang terkait langsung dengan Investasi meningkat sampai 3 kali lipat dari harga sebelum krisis ekonomi. Biaya investasi armada kapal dengan ukuran kapal motor 7 GT (syarat minimal untuk operasional di areal lepas pantai hingga 100 mil) dengan kasko dari kayu dan mesin dalam (marine engine), saat ini memerlukan dana sekitar Rp 96 juta per unit, apalagi untuk investasi armada kapal yang cukup ideal dengan ukuran kapal motor 10 GT (juga kasko kayu) yang vestasinya mencapai Rp 125 juta lebih per unit. Kedua jenis kapal ini jelas sangat sulit jika dikembangkan dengan dana kredit program, misalnya skim KKPA sebesar maksimum Rp 50 juta per anggota Koperasi. Namun demikian, peluang untuk mengembangkan agribisnis perikanan masih tetap terbuka, yaitu melalui upaya pengembangan budidaya perikanan. Budidaya perikanan yang telah berkembang selama ini, adalah budidaya tambak udang dan bandeng. Sedangkan budidaya perikanan darat, misalnya ikan mas, mujair, gurame, nila, dan ikan kolam air tawar lainnya, serta melaui media karamba (baik di danau dan sungai). Khusus untuk budidaya perikanan laut memang belum begitu populer, mengingat teknologi ini baru diperkenalkan pada awal tahun 1990-an. Di beberapa daerah, usaha pengembangan budidaya perikanan laut (terutama dengan karamba jaring apung) misalnya ikan kerapu yang berorientasi ekspor telah berkembang dengan baik, antara lain di Aceh, Sumatera Utara, Simatera Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku. Pengembangan budidaya ikan kerapu (Groupe/Trout) dengan karamba jaring apung (Kajapung) menjadi alternatif untuk mengatasi kendala peningkatan produksi perikanan laut. Yang paling penting dengan pengembangan usaha ini adalah, bahwa harga jual produksi dari tahun ke tahun semakin baik dan sangat prospektif. Selain itu dengan teknologi budidaya karamba ini, produksi ikan dapat dipasarkan dalam keadaan hidup, dimana untuk pasaran ekspor ikan hidup nilainya lebih mahal hingga mencapai 10 kali lipat dari pada ekspor ikan fresh. Berbeda dengan produksi ikan laut dengan sistem tangkapan lainnya, dimana tujuan mendapatkan hasil ikan dalam keadaan hidup dan tidak cacat/rusak, sangat sulit dicapai. Disamping itu produksinya sangat rendah karena untuk ikan jenis tertentu khususnya ikan-ikan dasar seperti ikan kerapu, ikan kakap, dan ikan dasar lainnya yang memiliki pasar potensial, penangkapan-nya harus menggunakan kail (baik hand line, long line atau rawai) sehingga produksinya menjadi terbatas, karena harus dikail satu per satu. Tidak seperti ikan permukaan misalnya kembung, cakalang, komu, sejenis sardin, dan sebagainya yang hidupnya bergerombol, sehingga mudah ditangkap dengan jaring dalam jumlah besar. Namun untuk ikan-ikan kerapu, meskipun jumlah yang ditangkap di alam hasilnya sangat terbatas, tetapi karena harga jual ikan rapu (ukuran tertentu) sangat tinggi, maka hasil produksi yang sedikit itu tetap menguintungkan. Sedangkan ikan-ikan kerapu yang ukurannya kecil (belum memenuhi syarat) dapat dibudidayakan di karamba, yang beberapa bulan kemudian dapat dijual dalam keadaan hidup dengan harga mahal. Ditinjau dari sisi pemasaran, peluang pengembangan usaha agribisnis perikanan masih sangat terbuka, oleh karena laju pertumbuhan produksi perikanan dunia yang masih didominasi oleh perikanan laut dan telah menunjukkan trend yang baik, terutama dengan semakinmeningkatnya konsumsi dunia sejalan dengan bertambahnya penduduk dunia
serta peningkatan pendapatan. Sementara itu produksi perikanan dari
negara-negara maju mengalami penurunan, sehingga kian membuka peluang
bagi kelompok negara-negara berkembang terutama Indonesia untuk
meningkatkan produksi.
Pertimbangan lain adalah, bahwa usaha karamba jaring apung ini dapat
dikembangkan hampir di sebagian besar wilayah pantai di tanah air,
asalkan memenuhi persyaratan teknis seperti keadaan gelombang dan angin
yang tidak terlalu keras, bebas polusi, serta aspek teknis lainnya. Dan
yang terakhir, usaha budidaya ikan kerapu relatif lebih mudah dari pada
nudidaya udang tambak, sehingga dari segi kemampuan dan keterampilan
SDM pada umumnya tidak menjadi masalah, apalagi di beberapa daerah para
nelayan telah berinisiatif merintis usaha semacam ini secara
tradisional, yaitu pembesaran ikan kerapu dengan karamba jaring apung
yang bibitnya berupa ikan tangkapan.
Namun demikian ada satu syarat yang harus dipenuhi agar usaha
karamba jaring apung (selanjutnya disingkat menjadi Kajapung) dapat
berkembang dengan baik, yaitu harus tersedia bibit ikan secara
kontinyu. Untuk pengadaan bibit ini dapat ditempuh dengan dua cara,
yaitu bibit dengan ukuran antara 0,2 s/d 0,5 Kg yang berasal dari alam,
atau hasil pembibitan secara modern ini memerlukan teknologi yang
memadai dan biaya investasinya juga cukup mahal (sebab harus tersedia
pompa penyedot, yang mampu menyedot air laut dari sumber minimal 500 m
dari pantai, kemudian harus tersedia kolam pemeliharaan induk, kolam
pemijahan, kolam pendederan, dan sarana lainnya), maka diperlukan
adanya mitra usaha (perusahaan inti) yang juga berperan dan bertanggung
jawab sebagai penyuplai bibit ikan, atau membeli dari suatu Balai
Penelitian yang mampu menyediakan bibit tersebut.
Oleh sebab itu, upaya pengembangan budidaya ikan kerapu dengan
karamba jaring apung sangat relevan dikembangkan dengan pola kemitraan
(PKT), seperti halnya pengembangan PKT Tambak udang, dimana perusahaan
inti bertanggung jawab dalam hal pengadaan bibit, obat-obatan, pakan,
pembinaan/penyuluhan, disamping bertanggung jawab dalam pemasaran hasil
produksi plasma.
Pengembangan PKT penangkapan dan budidaya ikan kerapu dengan
kajapung ini dapat dikembangkan dengan beberapa variasi. Pertama,
perusahaan inti sebagai penyuplai bibit dari hatchery; kedua,
perusahaan inti sebagai penyuplai bibit yang selanjutnya dibesarkan di
kolam laboratorium dan selanjutnya disuplai kepada para nelayan peserta
proyek, kajapung (setelah mencapai ukuran siap dibudidayakan); dan
kedua, nelayan menangkap ikan kerapu yang telah besar dari alam untuk
dipelihara dalam waktu pendek sebelum dipasok kepada perusahaan inti.
Meskipun di beberapa daerah usaha ini telah mulai dikembangkan
termasuk di Sulawesi Selatan dan Sumatra Utara, namun sifat usahanya
masih individual, sehingga upaya pengembangan budidaya ikan kerapu
dengan kajapung secara massal dengan pola kemitraan, yang dapat
ditunjang oleh kalangan perbankan memerlukan adanya suatu acuan yang
diharapkan menjadi model untuk dapat dikembangkan di tanah air. Oleh
karenanya perlu disusun Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu
(MK-PKT) yang membahas cukup komprehensif, yaitu mulai dari aspek
produksi, penaganan hasil pasca panen, pemasaran, organisasi kemitraan,
aspek finansial, pembinaan dan penyuluhan, faktor-faktor penghambat dan
pemecahannya, serta model kerjasama Inti-Plasma.
Seiring dengan penerbitan MK-PKT ini diharapkan pula adanya
upaya-upaya yang ditempuh untuk membantu Usaha Kecil (UK) dalam
bidangbudidaya ikan kerapu dengan kajapung agar mereka mampu
memanfaatkan peluang dan sekaligus untuk memecahkan masalah yang
dihadapi (kelemahan dalam sistem) dilaksanakan melalui pengembangan
kebijakan di sektor-sektor pemerintah, moneter dan di sektor riil.
Kebijakan di sektor pemerintah yang erat kaitannya dengan tujuan
untuk mendorong dan mendukung pengembangan usaha kecil budidaya ikan
kerapu dengan kajapung adalah mengacu kepada sejauh mana Departemen
Pertanian khususnya Direktorat Perikanan dapat menciptakan kondisi yang
kondusif bagi pengembangan proyek ini.
Kebijakan pemerintah di sektor moneter yang erat kaitannya dengan
upaya-upaya pengembangan usaha kecil, khususnya yang berkaitan dengan
pengembangan usaha kecil kerapu dengan karamba jaring apung adalah
kebijakan berkesinambungan perkreditan yang sesuai dan cocok dengan
kebutuhan masyarakat usaha kecil.
Faktor keunggulan bisnis budidaya ikan kerapu dengan karamba jaring
apung yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh para Usaha Kecil/Nelayan,
dapat diukur dari produktivitas tenaga kerja dan lahan yang merupakan
modal utama dari para nelayan kecil. Melaui pelaksanaan Pola Kemitraan
Terpadu (PKT), Kesinambungan pasokan input produksi dapat meningkatkan
intensitas produksi dan menurunkan tingkat kegagalan panen serta
meningkatkan efisiensi pemakaian input. Dengan demikian skala usaha dan
produktivitas ikan kerapu dengan kajapung dapat ditingkatkan pula.
Peningkatan skala usaha juga cenderung dapat menekan biaya.
Melalui pendekatan kelompok, beberapa biaya produksi dapat
ditanggung secara bersama-sama. Di samping itu Model ini juga dapat
menjamin keter-sediaan dan pengamanan kredit yang disalurkan kepada
usaha kecil, karena bank merasa adanya kepastian terhadap pengembalian
kredit dan pembayaran bunganya.
Dengan keunggulan-keunggulan seperti di atas, maka bisnis usaha kecil budidaya ikan kerapu dengan kajapung yang dilaksanakan dengan Model ini, akan memiliki potensi yang sangat besar untuk direplikasi di setiap daerah yang memiliki lahan atau situasi yang cocok untuk pelaksanaan budidaya ikan kerapu dengan kajapung.
Comments
thanks ya.
pakan untuk lele sangkuriang
bagusnya pelet jenis apa?
dan untuk buat pakan buatannya
bahannya apa saja?
RSS feed for comments to this post.